Minggu, 27 November 2016

TADZAKUR BUKANLAH TAFAKUR

TADZAKUR BUKANLAH TAFAKUR

BAGI seorang ulul albab proses pembelajaran agama ini bukan hanya soal tafakur, melainkan juga soal tadzakur. Tafakur adalah berpikir secara logis dan rasional dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Sedangkan tadzakur adalah merasakan ketersambungan jiwa kita dengan Allah saat berinteraksi dengan-Nya, ataupun saat melakukan berbagai aktivitas keseharian.

Perpaduan antara berpikir dan berdzikir itulah yang menjadikan seorang ulul albab bisa memperoleh hikmah dari berbagai peristiwa yang dialaminya secara maksimum. Yang demikian ini berkali-kali diinformasikan di dalam Al Qur’an, bahwa hanya orang-orang yang beragama secara ulul albab sajalah yang bakal bisa mengambil pelajaran secara maksimum dari ayat-ayat Allah yang terhampar di alam semesta,maupun di dalam kitab suci.

QS. Ar Ra’d (13): 19, ‘’Maka, apakah orang yang mengetahui (berilmu) bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta (tidak berilmu)? Hanya orang-orang yang berakal (ulul albab) sajalah yang dapat mengambil pelajaran.’’

Orang-orang yang berakal adalah orang-orang yang berpotensi memperoleh ilmu yang luas dan mendalam. Luasnya ilmu itu disebabkan dia berpikir secara ilmiah untuk mengeksplorasi segala eksistensi dan peristiwa di alam semesta, sedangkan kedalamannya diperoleh dengan cara tadzakur, menyelami realitas secara spiritual, menghubungkan diri ke segala realitas dalam frekuensi keilahian.

Frekuensi keilahian adalah frekuensi jiwa dimana kita bisa selalu terhubung dengan Allah sebagai sumber dari segala frekuensi yang mewujud di sekitar kita. Jika setiap saat, kesadaran kita hanya terisi oleh harta benda, maka jiwa kita akan berada di ‘arasy kebendaan. Frekuensi materialistik. Jika setiap waktu kesadaran kita terisi oleh ambisi-ambisi kekuasaan, maka ‘arsy jiwa kita akan berada di frekuensi keserakahan. Jika setiap hari kesadaran kita hanya berisi dengan kedermawanan untuk menolong sesama, maka ‘arsy jiwa kita berada di frekuensi sosial. Dan seterusnya, jika kesadaran jiwa kita selalu terisi oleh Allah, maka frekuensi jiwa kita akan berada di frekuensi ilahiah.

Inilah sebenarnya yang disebut ‘dekat’ dengan Allah itu. Mendekat kepada Allah sebenarnya tidak bisa dimaknai secara jarak. Karena, Allah dan kita, memang tidak terpisah oleh jarak. Allah sudah menegaskan hal itu lewat firman-Nya, bahwa sesungguhnya antara kita dan Dia tak berjarak sama sekali. Yang dalam istilah Al Qur’an disebut sebagai: ‘lebih dekat daripada urat leher kita sendiri’.

Tentu saja, itu bermakna tak ada jarak antara kita dengan Allah. Karena, antara kita dengan urat leher saja jaraknya nol. Bagaimana pula kita menggambarkan sesuatu berjarak lebih dekat daripada nol? Sesungguhnya, kita telah ‘terendam’ di dalam-Nya. Tak ada jarak yang memisahkan, karena kita adalah ‘sebagian kecil’ saja dari eksistensi Sang Maha Agung.

Istilah ‘sebagian kecil’ itu memang bisa menimbulkan salah persepsi, seakan-akan makhluk adalah miniatur dari Allah. Tuhan dalam ukuran kecil. Sehingga zat makhluk sama dengan Zat Allah. Tentu saja bukan demikian cara memahaminya. Karena, kalau demikian cara berpikirnya, kita akan terjebak kepada membendakan Tuhan. Padahal Dia tak menyerupai apa pun yang pernah ada dalam persepsi kita. Laisa kamitslihi syaiun.

Istilah ‘sebagian dari’ itu tidak selalu menunjuk kepada zat yang sama. Jika kita mencuil kayu, maka zat yang ada di cuilan itu tentu saja sama dengan kayunya. Tetapi, kalau kita memisahkan unsur karbon dari kayu itu, maka unsur karbon tersebut bukanlah kayu. Sudah berbeda dengan asalnya. Meskipun unsur karbon itu adalah ‘bagian’ dari kayu. Demikian pula, ketika kita memisahkan energi dari sebuah benda. Misalnya, dengan cara memecah inti atom uranium, sehingga menghasilkan energi nuklir. Maka energi nuklir itu adalah ‘bagian’ dari keberadaan inti atom uranium tersebut, namun energi nuklir bukanlah inti atom uranium.

Lebih jauh lagi, kita bisa menyebut dimensi ruang dan waktu adalah bagian dari penyusun alam semesta, tetapi dimensi ruang dan waktu itu bukanlah alam semesta. Demikian pula, materi dan energi adalah bagian dari alam semesta, tetapi keduanya bukanlah alam semesta. Dan seterusnya, kita bisa membuat analogi yang semakin kompleks dan bahkan menyentuh kegaiban.

Bahwa, kegaiban adalah bagian dari eksistensi alam semesta, tetapi kegaiban bukanlah alam semesta. Ketiadaan dan keberadaan pun adalah bagian dari eksistensi alam semesta, tetapi jika diambil salah satunya, ia tidak mewakili alam semesta. Begitulah dengan keberadaan kita di dalam Zat Allah, kita adalah bagian dari eksistensi Diri-Nya, tetapi kita bukanlah Dia. Allah Maha segala-galanya, sedang kita adalah makhluk yang sedemikian lemahnya.

Maka, jika seseorang selalu berpikir tentang Allah, dan kemudian memenuhi kesadarannya dengan segala hal tentang Allah sampai merasa sedemikian dekat dengan-Nya, sesungguhnya dia telah melakukan dzikrullah. Bangun tidur ingat Allah, mandi ingat Allah, makan ingat Allah, bekerja ingat Allah, berkendara ingat Allah, shalat dan berdoa ingat Allah, berpuasa ingat Allah, dan seluruh aktivitas kesehariannya sampai menjelang tidur kembali selalu ingat Allah, maka itulah orang-orang yang disebut sedang bertadzakur. Ia sedang membangun kesadaran untuk selalu dekat dengan-Nya. Dalam ayat berikut ini digambarkan sebagai orang yang selalu ingat kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring.

QS. Ali Imran (3): 191. ‘’(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau duduk, ataupun berbaring, dan mereka berpikir tentang penciptaan langit dan bumi (sampai berkesimpulan): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’’

Bahkan, masalah tadzakur ini, tidak hanya difirmankan dalam bentuk kalimat berita seperti dalam ayat di atas, melainkan juga dalam bentuk kalimat perintah agar kita selalu melakukan dzikrullah dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring, sebagaimana ayat berikut ini. QS. An Nisaa’ (4): 103, ‘’Karena itu apabila kamu telah menyelesaikan shalat, (segeralah) ingat Allah (dalam segala keadaan) di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring...’’.

Nah, orang-orang yang sudah bisa mengisi kesadarannya secara simultan untuk selalu bertafakur dan bertadzakur inilah yang dibangga-banggakan Al Qur’an sebagai orang yang akan mencapai substansi beragama. Tidak hanya terjebak kepada ritual belaka, namun sudah meresap ke dalam seluruh jiwanya, menghasilkan kualitas spiritual yang luas sekaligus sangat mendalam..! Wallahua’lam bissawab.



Berlatih Shalat Khusyu

Berlatih Shalat Khusyu
Mudahnya Khusyu': Buka ''Mindset'', Yakin dan Pasrah

Mengapa shalat menjadi rutinitas yang membosankan dan dilakukan hanya untuk memenuhi kewajiban? karena di bawah sadar kita, selama ini ada perasaan tak suka melakukan shalat. Rasa tak suka itu dikarenakan kita tak merasakan nikmatnya shalatnya, sebab tidak khusyu dalam shalat.

Untuk mengecek rasa tak suka ini mudah saja. Tanyakan ke diri, seandainya, shalat lima waktu tidak diwajibkan oleh syariat, apakah kita akan tetap shalat? Ada lagi perintah untuk tahajjud, tapi tidak diwajibkan, bergegaskah kita untuk shalat malam itu? padahal dijanjikan jika melakukan tahajjud akan diberi kemuliaan oleh Allah. Begitu pula saat mendengar azan, di bawah sadar kita selalu ''berkata'' (meski kadang tak diucapkan) ''Ya... Azan...'' ''Ini pertanda di bawah sadar, kita tak suka shalat,'' ujar Abu Sangkan. 

Perasaan bawah sadar tak suka shalat itu dikarenakan kita tak  pernah mengalami nikmatnya shalat. Nikmat shalat didapat dari kekhusyukan.

Hal ini disebabkan, ada ''doktrin'' yang selalu dan sejak lama masuk ke file otak kita bahwa shalat khusyu itu sulit. Sekian lama file tu terpendam. Sehingga ''doktrin'' itu menjadi suatu keniscayaan di alam bawah sadar (mindset). Sama halnya ketika mengatakan diri kita bodoh, tak bisa, maka akan benar-benar menjadi bodohlah dan tak bisalah kita. 

Untuk membuktikan kata-kata (''doktrin'' ) sangat berpengaruh, cobalah ukur panjang hasta tangan kiri anda (mulai dari siku ke ujung jari tengah) dengan menggunakan jengkal tangan kanan. Panjangnya lebih kurang dua jengkal. Lalu pejamkan mata, rentang tangan kiri, perintahkan tangan kiri anda menjadi lebih panjang. Sebutkan panjang... panjang... semakin panjang. Setelah terasa semakin panjang. Buka mata. Lalu ukur kembali. Pasti ukurannya lebih panjang dari ukuran semula. Lakukan sebaliknya, perintahkan untuk menjadi lebih pendek. 

''Nah, anda bayangkan, sekian tahun otak kita dijejali perkataan ''bahwa shalat khusyu' itu sulit'', maka sulitlah untuk menjadi khusyu' itu,''

Karena itu ubah  mindset menjadi ''shalat khusyu' itu mudah''. Dan memang mudah, buktinya nabi dan para sahabat, para ulama dan masih banyak lagi orang-orang yang bisa meraih kekhusyukan. Para peserta pelatihan shalat khusyu pun banyak yang mengaku lebih bisa khusyu Bukankah mereka juga manusia yang sama seperti kita, diciptakan dan diberikan fasilitas yang sama oleh Allah.

Dalam QS Albaqaroh 45-46 disebutkan orang yang khusyu itu adalah orang yang senantiasa yakin akan pertemuannya dengan Allah dan mereka akan kembali kepada-Nya. Sayid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran menyebutkan shalat adalah nyambung (shilatun) dan pertemuan (liqo') antara seorang hamba dan Tuhannya. Rasa sambung atau hubungan itu dapat menguatkan hati, hubungan yang dirasakan ruh, hubungan yang dengannya jiwa mendapat bekal di dalam menghadapi realitas kehidupan dunia. Dalam QS AlFath (48):4 disebutkan Dia (Allah) yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang beriman.

Shalat memiliki efek terhadap fisik dan psikis (kejiwaan).

Secara fisik, dalam sebuah hadits disebutkan, shalat adalah istirahat  bagi tubuh. Dalam gerakannya, shalat menuntut streching (peregangan) dan memaksimalisasi aliran oksigen dan darah ke otak (saat sujud). Terpenuhinya oksigen dan darah yang membawa berbagai nutrisi ke otak akan membuat seluruh fisik dalam kondisi fit. 

Dari sisi kejiwaan, shalat idealnya dapat menenangkan jiwa (kedamaian, ketenangan), sehingga tak emosional, jiwa yang damai, tenang melahirkan prilaku yang juga positif seperti disebutkan ''shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar''. Nah, shalat seperti apa yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar itu? Yaitu, shalat yang dilaksanakan dengan menghadirkan hati dalam setiap gerakan dan bacaannya. Bacaan shalat tidak sekadar dibaca tapi dihayati. Sehingga terjadi dialog serta rasa sambung kepada Allah. Cara untuk memunculkan rasa sambung itu adalah dengan menghadirkan kesadaran sang ''aku'' (ruh-jiwa) kepada Allah saat shalat.

Menghadirkan kesadaran itulah yang dilatih dalam Pelatihan Shalat Khusyu

Menghadirkan sang aku (jiwa) dalam shalat dimulai dari mengetahui siapa sesungguhnya ''aku''. Aku bukanlah fisik. Tubuhku bukan ''aku'', sama seperti  ketika menyebutkan ''rumahku'' berarti rumahku bukan ''aku''. Karena rumah dan aku adalah dua wujud yang berbeda dan terpisah. Begitu pula tubuhku, tanganku, kepalaku. Semuanya terpisah dengan aku. Jadi tubuh kita yang bergerak bukan ''aku''-nya kita. ''Aku'' adalah jiwa. Allah berfirman ''wahai jiwa yang tenang kembalilah ke Rab-mu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya' '. (AlFajr (89) 27-28).

Jadi, sesungguhnya saat shalat jiwa (aku) kitalah yang pergi menghadap Allah. Menghadirkan ''sang aku'' saat shalat menghadap Allah itulah yang disebutkan dengan menghadirkan ''sang aku''. Sang aku secara fitrah senantiasa akan tunduk dan patuh kepada Allah, karena sang aku tercipta dari tiupan ruh Tuhan (min ruhi,   dari ruh-Ku).  

Menghadirkan sang aku merupakan kesadaran sang aku. Kesadaran ini harus tetap dijaga selama shalat. Bahkan kesadaran ini nantinya akan tetap terjaga dalam keseharian, sadar bahwa sang aku secara fitrah taat dan tunduk kepada Allah. Sehingga kesadaran ini akan menjadikan shalat bisa mencegah perbuatan buruk dan mungkar.

Jadi, untuk menjadi khusyu

1.      Ubah mindset dari mengganggap khusyu itu sulit menjadi khusyu itu mudah. Jangan gunakan persepsi dalam shalat, shalat dimulai dengan ketundukan hati. Selama masih menggunakan persepsi, selama itulah kita menggunakan pikiran. Mulailah dengan hati, hatilah yang kemudian akan mempengaruhi otak dan fisik.  
2.      Seperti disebut QS Albaqaroh 45-46 di atas, orang khusyu adalah orang yang senantiasa yakin bertemu Allah. Syarat kedua, yakin. Jika kita masih sulit untuk yakin. Maka berdoalah. ''Ya, Allah turunkan keyakinan kepadaku'' dan perintahkan ke otak kita dengan sepenuh hati. ''Aku yakin ya Allah, yakin ya Allah'' terus begitu. Jadi, untuk yakin tak perlu dibuat-buat. Pasrah saja kepada Allah.
3.      Nah, pasrah inilah syarat ketiga untuk khusyu. Seperti pasrahnya saat anda akan tidur. Bukankan saat anda akan tidur tidak berpersepsi? tidak pakai ilmu bagaimana tidur. Tidur ya tidur saja. Tak perlu ilmu tidur, tidak perlu dipikirkan. Ketika dipikirkan justru tak akan bisa tidur. Jadi, pasrah saja. Dalam pengertian lain, pasrah adalah rela, relakan sang aku bertemu Allah. Bagaimana pasrah dan rela itu tidak usah dipikirkan, pasrah begitu saja. Salah satu jalan untuk rela dengan mengakui segala kelemahan/kesalahan lalu bermohon. Misalnya, katakan ''Ya Allah ini hambamu yang berdosa datang menghadap, tundukkan hatiku, turunkan ketenangan di hatiku,'' lalu panggil Allah dengan penuh pengharapan, ''ya Allah, ya Allah''. Ikuti saja apa yang dirasakan. Sehingga terasa di hati kita suatu perasaan yakin, tenang dan damai. Keyakinan dan ketenangan itu merupakan suatu pengalaman yang diturunkan Allah.

Khusyu itu seperti apa?
Khusyu tidak dapat didefinisikan, karena khusyu adalah sesuatu yang dirasakan. Bisa jadi khusyu itu adalah perasaan tenang, damai di hati. Perasaan itu Allah yang menurunkan ''Sesuatu yang given (diberi),''
Orang-orang yang diberi kekhusukan itu adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh. Dalam QS AlFath (48):4 disebutkan ''Dia (Allah) yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang beriman.'' 
Indikator khusyu itu bisa juga ditunjukkan dengan sensasi seperti menangis dan tersungkur sujud. Dalam QS Maryam (29):58 disebutkan, apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Atau bisa juga dirasakan secara fisikal tubuh dan jiwa menjadi tenang (Az-zumar:23) . Air mata yang keluar bukan karena dibuat-buat menangis tapi benar-benar keluar begitu saja. Kalau begitu khusyu harus nangis? Tidak juga, nangis hanya sensasi saja.

Sekali lagi, khusyu tak dapat didefinisikan, karena ia merupakan kepahaman, sebagaimana pahamnya anak-anak ketika ia disayangi. Bukankah kita sebagai orang dewasa tak pernah mendefinisikan apa itu sayang kepada anak. Tapi sang anak mengerti (paham) apa itu kasih sayang.  

Kepahaman merupakan pengalaman yang tidak berupa kata-kata, tapi cukup dirasa dan sangat jelas dirasakan. Sama seperti pahamnya seekor anak kucing yang baru lahir, dengan sendirinya ia paham dimana tempat ia harus menyusui dari ibunya. Padahal saat lahir, sang anak kucing belum diajarkan  apa-apa tapi ia paham. Sama juga dengan pahamnya seorang bayi menyusui ke ibunya. Bukankah sang ibu tak pernah mengajarkan dengan kata-kata cara menyedot puting susu. Sekali lagi, khusyu itu adalah kepahaman. Jadi, kusyu itu apa? Ya.. yang merasakannya paham, tapi tak dapat didefinisikan, karena definisi sering kali mereduksi pengertian.

Setelah yakin bertemu Allah, maka shalat menjadi wahana dialog antara hamba dan Allah.(lihat pengertian Sayid Qutb di atas: shalat merupakan rasa sambung (shilatun) dan pertemuan (liqo') antara hamba dan Tuhannya. Latihan Shilatun (nyambung) dan Shalat 

Berlatih shilatun (nyambung) dengan Allah
1. Mulailah duduk dengan posisi yang paling rileks. Misalnya duduk dalam posisi seperti tasyahud awal tapi ujung kaki dibiarkan lurus ke belakang.
2.     Duduk dengan rileks. Lalu tenangkan hati.
3.  Menyengajakan dengan memulai membaca basmalah, bersyahadat, memohon ampun (tidak sekadar membaca istighfar, dan dihayati, mengadu, mengaku salah dan berharap). Sengajakan sang aku pergi menuju Allah.
4.     Rasakan sang aku semakin dekat dengan Allah. Kian lama kian dekat. Rasakan terus kedekatan itu. Sehingga terasa hati menjadi sangat tenang.
5.  Kemudian katakan dengan hati. ''Ya Allah, aku yakin kepada Mu, ampuni aku, tundukkan hatiku, patuhkan aku, ikhlaskan aku'' begitu terus, katakan dengan sungguh-sunguh.
6.    Lakukan berulang-ulang sembari kita tundukkan hati, makin lama kian dalam menundukkannya. Secara otomatis tubuh kita akan ikut tunduk hingga sujud. Jangan ditahan, ikuti saja maunya tubuh. Terus saja kita panggil Allah. ''Ya, Allah, Ya Allah,'' terus bermohon untuk ditundukkan hati, diikhlaskan sembari kita dekatkan hati ke Allah. Rasakan terus. Begitu berulang. Semakin dekat, semakin tenang dan nikmat rasanya sehingga tidak ingin beranjak dari posisi dan rasa tenang tersebut.

Saat hati sudah tunduk, dekat dengan Allah, rasa sambung itu bisa juga kita tularkan kepada orang-orang terdekat, seperti anak, suami isteri, ayah bunda atau siapapun. Meskipun mereka  jauh secara fisik.

Berlatih Khusyu’ dalam Shalat
(Lakukan latihan dalam holat Sunat Mutlaq)
1.  Katakan pada otak aku bisa khusyu', bisa dan bisa. Sebagaimana anda memerintah otak anda agar tangan menjadi lebih panjang. Kalau tak juga merasa bisa, mohonlah pada Allah. seperti pada latihan shilatun di atas. Mohon ditundukkan hati, dikhusyukan.
2.     Sengajakan jiwa untuk pergi menghadap Allah yang Maha Luas. Luas tanpa batas. Allahu Al-Wasi' (maha luas). Yang Maha Luas itu adalah Allahu Akbar (Allah Maha Besar).
3.    Bertakbirlah. Saat mengatakan Allah Maha Besar, maka tanamkan bahwa hanya Allahlah yang besar, diri kita ini tidak ada apa-apa, jabatan yang melekat, harta yang dipunyai tak ada apa-apa, semuanya milik dan hanya dititipkan oleh Allah. La ilaha illallah (Tak ada apapun kecuali Allah). Kita dalam posisi kosong (nol, zero). Ketika kesadaran ini ada, maka otomatis perasaan tenang itu muncul.
4.  Lalu lanjutkan dengan membaca dan menghayati sepenuh jiwa doa iftitah, alfatihah, surat pendek. 
5.  Ruku' dengan posisi yang benar, ketika tubuh rukuk biarkan tulang belakang berada pada posisinya. Ketika tubuh ruku', sang aku sudah sujud ke bawah, sehingga terasa ada tarikan gravitasi. Tulang ekor akan terasa tertarik, syaraf-syarat mulai ujung kaki pun terasa tertarik. Posisi inilah yang disebut tuma'ninah. Lalu baca dan sucikan Allah dengan membaca bacaan ruku'.
6.      Lalu berdiri i'tidal dan kembali puji Allah. Dengan memuji bahwa segala puji hanya milik-Nya. Diri kita tak layak dipuji. Karena memang tak punya kuasa dan daya apa-apa.
7.  Kemudian sujud dengan merendahkan hati serendah-rendahnya, makin lama makin rendah, makin dekat rasanya dengan Allah. Nikmati kedekatan tersebut. Sucikan Allah yang Maha Tinggi itu.
8.  Lalu duduk iftirasy awal, berdialoglah dengan Allah, mohon ampun (rabbirgfirli) . Tunggu seolah ada jawaban dari Allah. Mohon diberi rahmat (warhamni). Tunggu lagi. Mohon dicukupkan. Begitu seterusnya hingga selesai doa seperti yang kita baca saat iftirasy awal.
9.    Saat Iftirasy akhir begitu juga, beri penghormatan dengan merendahkan diri di hadapan Allah. Sampaikan salam kepada Nabi, orang-orang shaleh (bacaan saat tahiyat). Dalami maknanya, rasakan kedekatan dan dialog tersebut.

Nah, kalau ini dilakukan, bisa-bisa shalat dua rakat hingga setengah jam atau lebih.  

Wallahu'alam. ***


Minggu, 23 Oktober 2016

Siasati Kecanduan Karbohidrat


Cara Siasati Kecanduan Karbohidrat


Pengidap Diabeates di Indonesia sesuai data Departemen Kesehatan Republik Indonesia sekitar 7,6 juta warga. Kesukaan mengonsumsi karbohidrat baik yang olahan maupun murni adalah salah satu faktor penyebab dari diabetes tersebut.

Sebagian besar masyarakat Indonesia makanan pokoknya adalah nasi itu artinya mau tidak mau harus mengonsumsi karbohidrat. Dengan setiap hari mengonsumsi karbohidrat olahan sama halnya mendapatkan limpahan kadar tepung, garam dan gula yang tinggi. Dan selanjutnya efek berikutnya memicu timbulnya beberapa problem kesehatan.
 
Adalah Dr. Grace Judio Kahl, Msc seorang bariatic physician , memberikan beberapa cara yang bisa diterapkan untuk mengurangi risiko penyakit akibat konsumsi karbohidrat yang berlebihan


1. Body Scanning (Refleksi Diri)
Cara ini bisa dilakukan dengan cara bertanya diri sendiri apakah sebenarnya tubuh kita saat ini sedang butuh makan. Beruntung seorang muslim mempunyai panduannya, makanlah saat merasa lapar dan berhentilah sebelum merasa kenyang.

2. Konsumsi makanan dengan porsi dan nutrisi seimbang
Salah satu cara mudah yang bisa dilakukan dengan cara membagi piring menjadi 3 bagian , 1 bagian kira-kira separo volume piring da 2 bagian lain masing-masing seperempat volume piring.

Bagian 1 dengan volume separo diisi dengan sayur atau buah dengan kandungan banyak vitamin dan dengan aneka ragam warna.

Bagian 2 dengan volume seperempat berisi dengan protein , macam ikan, ayam, atau kacang-kacangan. Kalau bisa hindari daging merah atau daging olahan.

Bagian 3 yang seperempat lagi diisi dengan karbohidrat kompleks dari biji-bijian utuh seperti beras, jagung, gandum dlsb.

Bagi yang memiliki masalah dengan gula darah lebih baik tidak memilih beras putih atau roti sebab mengandung gula yang tinggi. Konsumsi juga air putih dengan cukup.

3. Asupan makanan Low Glycemic Index untuk mengendalikan gula darah

Makanan dengan Glycemic Index (GI) tinggi dapat memicu peningkatan glukosa darah lebih cepat daripada makanan GI sedang atau rendah.

Dibawah ini beberapa contoh makanan sesuai kadar GI nya

Kadar GI tinggi (70 atau lebih) antara lain, Kentang, labu, melon, nanas, roti, biskuit asin, corn flakes dan butir nasi.

Kadar  GI sedang (56-69) : Gandum utuh, roti pita, dan beras basmati

Kadar GI rendah (55 atau kurang) : sayur tanpa getah, ubi, kacang polong, jagung, roti gandum 100 persen dan oatmeal.

4. Mengganti dengan makanan rendah kalori
Jika suatu saat anda tergoda dan ingin sekali memakan suatu jenis makanan , coklat misalnya pilihlah makanan dari coklat yang memiliki kalori lebih rendah , pilihlah segelas susu coklat dari pada coklat batangan yang memiliki kalori lebih tinggi.

5. Perhatikan asupan gula, garam, dan kalori
Untuk membantu anda memilih makanan dengan kadar gula dan garam , bacalah dengan teliti kandungan nutrisi suatu makanan pada kemasannya.

Menurut pedoman Permenkes 30 Tahun 2013, konsumsi gula yang dianjurkan tidak boleh lebih dari 50 gram atau enam sendok makan per hari. Sedangkan untuk konsumsi garam tidak boleh melebihi lima gram atau satu sendok teh per hari.

Sumber : http://www.cnnindonesia.com/

Rabu, 19 Oktober 2016

Turmeric Tea dan manfaatnya untuk Kesehatan

Resep Turmeric Tea dan Manfaatnya untuk Kesehatan, Bisa Sembuhkan Gangguan Usus


Tumeric Tea atau teh kunyit, mungkin masih sedikit terdengar asing bagi sebagian masyarakat Indonesia.

Ramuan herbal ini memiliki manfaat yang sangat banyak.

Teh kunyit bermanfaat sebagai obat
-      Anti-inflamasi,
-      anti-depresan,
-      kemoterapi,
-      anti-koagulan,
-       pembunuh rasa sakit, dan
-      obat diabetes.

Selain itu teh herbal ini digunakan untuk
-      obat arthritis,
-      obat penyakit inflamasi usus,
-      obat kolesterol, dan
-      penanganan steroid.

Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan kurkumin dalam kunyit.

Meskipun cukup pahit, para penggemar turmeric tea sering menambahkan air jeruk nipis dan madu ke dalamnya.

Tertarik untuk membuatnya?

Berikut resep sederhana untuk membuat teh kunyit:
Bahan untuk teh kunyit

1. Kunyit segar
Kunyit mengandung sifat anti-inflamasi yang kuat, yang dapat membantu masalah pencernaan mengobati dan meredakan mual dan gas dalam usus.

2. Jahe segar
Jahe dan kunyit adalah kombinasi herbal terbaik untuk membantu menyembuhkan nyeri sendi dan mengobati masalah pencernaan.

3. Lada hitam
Lada hitam meningkatkan bioavailabilitas kurkumin zat yang terkandung dalam kunyit.

4. Kayu manis
Kayu manis memiliki efek antioksidan yang besar dan dapat mengurangi peradangan.
Ia bekerja sebagai anti-inflamasi kuat, terutama dalam kombinasi dengan kunyit dan jahe.

5. Santan Kelapa
Lemak sehat yang terkandung dalam santan kelapa dapat membantu penyerapan kunyit.

6. Madu Murni
Madu murni kaya akan enzim, vitamin, dan mineral ini akan memberikan rasa manis alami untuk teh.

Cara Membuat Teh Kunyit
1. Dalam setengah cangkir air mendidih, masukkan 2 sendok teh kunyit dan 1 sendok teh jahe.
2. Tutup dan biarkan selama 15 menit.
3. Masukkan 1/2 sendok teh kayu manis, 1/2 sendok teh lada hitam, dan 
4. 1 sendok teh madu murni, lalu aduk sampai tercampur rata.
6. Teh kunyit siap diminum.


Sumber : tribunenstyle.com


Selasa, 18 Oktober 2016

Daftar Alumni

DAFTAR ALUMNI


NB:
Mohon Kesediaannya Mengirimkan data mengenai:
Nama, Tempat/Tgl lahir, alamat, Th lulus dilampiri Foto terakhir
dikirim Via Whatsapp/ SMS ke 082337959666 
Demikian terima kasih