Berlatih Shalat Khusyu
Mudahnya Khusyu': Buka ''Mindset'', Yakin dan Pasrah
Mengapa shalat menjadi rutinitas yang membosankan dan
dilakukan hanya untuk memenuhi kewajiban? karena di bawah sadar kita, selama
ini ada perasaan tak suka melakukan shalat. Rasa tak suka itu dikarenakan kita
tak merasakan nikmatnya shalatnya, sebab tidak khusyu dalam shalat.
Untuk mengecek rasa tak suka ini mudah saja. Tanyakan ke
diri, seandainya, shalat lima waktu tidak diwajibkan oleh syariat, apakah kita
akan tetap shalat? Ada lagi perintah untuk tahajjud, tapi tidak diwajibkan,
bergegaskah kita untuk shalat malam itu? padahal dijanjikan jika melakukan
tahajjud akan diberi kemuliaan oleh Allah. Begitu pula saat mendengar azan, di
bawah sadar kita selalu ''berkata'' (meski kadang tak diucapkan) ''Ya...
Azan...'' ''Ini pertanda di bawah sadar, kita tak suka shalat,'' ujar Abu
Sangkan.
Perasaan bawah sadar tak suka shalat itu dikarenakan kita
tak pernah mengalami nikmatnya shalat. Nikmat shalat didapat dari
kekhusyukan.
Hal ini disebabkan, ada ''doktrin'' yang selalu dan sejak
lama masuk ke file otak kita bahwa shalat khusyu itu sulit. Sekian lama file tu
terpendam. Sehingga ''doktrin'' itu menjadi suatu keniscayaan di alam bawah
sadar (mindset). Sama halnya ketika mengatakan diri kita bodoh, tak bisa, maka
akan benar-benar menjadi bodohlah dan tak bisalah kita.
Untuk membuktikan kata-kata (''doktrin'' ) sangat
berpengaruh, cobalah ukur panjang hasta tangan kiri anda (mulai dari siku ke
ujung jari tengah) dengan menggunakan jengkal tangan kanan. Panjangnya lebih
kurang dua jengkal. Lalu pejamkan mata, rentang tangan kiri, perintahkan tangan
kiri anda menjadi lebih panjang. Sebutkan panjang... panjang... semakin
panjang. Setelah terasa semakin panjang. Buka mata. Lalu ukur kembali. Pasti
ukurannya lebih panjang dari ukuran semula. Lakukan sebaliknya, perintahkan
untuk menjadi lebih pendek.
''Nah, anda bayangkan, sekian tahun otak kita dijejali
perkataan ''bahwa shalat khusyu' itu sulit'', maka sulitlah untuk menjadi
khusyu' itu,''
Karena itu ubah mindset menjadi ''shalat khusyu' itu
mudah''. Dan memang mudah, buktinya nabi dan para sahabat, para ulama dan masih
banyak lagi orang-orang yang bisa meraih kekhusyukan. Para peserta pelatihan
shalat khusyu pun banyak yang mengaku lebih bisa khusyu Bukankah mereka juga
manusia yang sama seperti kita, diciptakan dan diberikan fasilitas yang sama
oleh Allah.
Dalam QS Albaqaroh 45-46 disebutkan orang yang khusyu itu
adalah orang yang senantiasa yakin akan pertemuannya dengan Allah dan mereka
akan kembali kepada-Nya. Sayid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran menyebutkan
shalat adalah nyambung (shilatun) dan pertemuan (liqo') antara seorang hamba
dan Tuhannya. Rasa sambung atau hubungan itu dapat menguatkan hati, hubungan
yang dirasakan ruh, hubungan yang dengannya jiwa mendapat bekal di dalam
menghadapi realitas kehidupan dunia. Dalam QS AlFath (48):4 disebutkan Dia
(Allah) yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang beriman.
Shalat memiliki
efek terhadap fisik dan psikis (kejiwaan).
Secara fisik, dalam sebuah hadits disebutkan, shalat adalah
istirahat bagi tubuh. Dalam gerakannya, shalat menuntut streching
(peregangan) dan memaksimalisasi aliran oksigen dan darah ke otak (saat sujud).
Terpenuhinya oksigen dan darah yang membawa berbagai nutrisi ke otak akan
membuat seluruh fisik dalam kondisi fit.
Dari sisi kejiwaan, shalat idealnya dapat menenangkan jiwa
(kedamaian, ketenangan), sehingga tak emosional, jiwa yang damai, tenang melahirkan
prilaku yang juga positif seperti disebutkan ''shalat dapat mencegah perbuatan
keji dan munkar''. Nah, shalat seperti apa yang dapat mencegah perbuatan keji
dan mungkar itu? Yaitu, shalat yang dilaksanakan dengan menghadirkan hati dalam
setiap gerakan dan bacaannya. Bacaan shalat tidak sekadar dibaca tapi dihayati.
Sehingga terjadi dialog serta rasa sambung kepada Allah. Cara untuk memunculkan
rasa sambung itu adalah dengan menghadirkan kesadaran sang ''aku'' (ruh-jiwa)
kepada Allah saat shalat.
Menghadirkan
kesadaran itulah yang dilatih dalam Pelatihan Shalat Khusyu
Menghadirkan sang aku (jiwa) dalam shalat dimulai dari
mengetahui siapa sesungguhnya ''aku''. Aku bukanlah fisik. Tubuhku bukan
''aku'', sama seperti ketika menyebutkan ''rumahku'' berarti rumahku
bukan ''aku''. Karena rumah dan aku adalah dua wujud yang berbeda dan terpisah.
Begitu pula tubuhku, tanganku, kepalaku. Semuanya terpisah dengan aku. Jadi
tubuh kita yang bergerak bukan ''aku''-nya kita. ''Aku'' adalah jiwa. Allah
berfirman ''wahai jiwa yang tenang kembalilah ke Rab-mu dengan hati yang puas
lagi diridhoi-Nya' '. (AlFajr (89) 27-28).
Jadi, sesungguhnya saat shalat jiwa (aku) kitalah yang
pergi menghadap Allah. Menghadirkan ''sang aku'' saat shalat menghadap Allah
itulah yang disebutkan dengan menghadirkan ''sang aku''. Sang aku secara fitrah
senantiasa akan tunduk dan patuh kepada Allah, karena sang aku tercipta dari
tiupan ruh Tuhan (min ruhi, dari ruh-Ku).
Menghadirkan sang aku merupakan kesadaran sang aku.
Kesadaran ini harus tetap dijaga selama shalat. Bahkan kesadaran ini nantinya
akan tetap terjaga dalam keseharian, sadar bahwa sang aku secara fitrah taat
dan tunduk kepada Allah. Sehingga kesadaran ini akan menjadikan shalat bisa
mencegah perbuatan buruk dan mungkar.
Jadi, untuk menjadi khusyu
1.
Ubah mindset dari
mengganggap khusyu itu sulit menjadi khusyu itu mudah. Jangan gunakan persepsi
dalam shalat, shalat dimulai dengan ketundukan hati. Selama masih menggunakan
persepsi, selama itulah kita menggunakan pikiran. Mulailah dengan hati, hatilah
yang kemudian akan mempengaruhi otak dan fisik.
2.
Seperti disebut QS Albaqaroh
45-46 di atas, orang khusyu adalah orang yang senantiasa yakin bertemu Allah. Syarat kedua, yakin. Jika kita
masih sulit untuk yakin. Maka berdoalah. ''Ya, Allah turunkan keyakinan
kepadaku'' dan perintahkan ke otak kita dengan sepenuh hati. ''Aku yakin ya
Allah, yakin ya Allah'' terus begitu. Jadi, untuk yakin tak perlu dibuat-buat.
Pasrah saja kepada Allah.
3.
Nah, pasrah inilah syarat
ketiga untuk khusyu. Seperti pasrahnya saat anda akan tidur. Bukankan saat anda
akan tidur tidak berpersepsi? tidak pakai ilmu bagaimana tidur. Tidur ya tidur
saja. Tak perlu ilmu tidur, tidak perlu dipikirkan. Ketika dipikirkan justru
tak akan bisa tidur. Jadi, pasrah saja. Dalam
pengertian lain, pasrah adalah rela, relakan sang aku bertemu Allah. Bagaimana
pasrah dan rela itu tidak usah dipikirkan, pasrah begitu saja. Salah satu jalan
untuk rela dengan mengakui segala kelemahan/kesalahan lalu bermohon. Misalnya,
katakan ''Ya Allah ini hambamu yang berdosa datang menghadap, tundukkan hatiku,
turunkan ketenangan di hatiku,'' lalu panggil Allah dengan penuh pengharapan,
''ya Allah, ya Allah''. Ikuti saja apa yang dirasakan. Sehingga terasa di hati
kita suatu perasaan yakin, tenang dan damai. Keyakinan dan ketenangan itu
merupakan suatu pengalaman yang diturunkan Allah.
Khusyu itu seperti apa?
Khusyu tidak dapat
didefinisikan, karena khusyu adalah sesuatu yang dirasakan. Bisa jadi khusyu
itu adalah perasaan tenang, damai di hati. Perasaan itu Allah yang menurunkan
''Sesuatu yang given (diberi),''
Orang-orang yang diberi
kekhusukan itu adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh. Dalam QS AlFath
(48):4 disebutkan ''Dia (Allah) yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang
beriman.''
Indikator khusyu itu bisa
juga ditunjukkan dengan sensasi seperti menangis dan tersungkur sujud. Dalam QS
Maryam (29):58 disebutkan, apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah
kepada mereka maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Atau bisa
juga dirasakan secara fisikal tubuh dan jiwa menjadi tenang (Az-zumar:23) . Air
mata yang keluar bukan karena dibuat-buat menangis tapi benar-benar keluar
begitu saja. Kalau begitu khusyu harus nangis? Tidak juga, nangis hanya sensasi
saja.
Sekali lagi, khusyu tak dapat
didefinisikan, karena ia merupakan kepahaman, sebagaimana pahamnya anak-anak
ketika ia disayangi. Bukankah kita sebagai orang dewasa tak pernah
mendefinisikan apa itu sayang kepada anak. Tapi sang anak mengerti (paham) apa
itu kasih sayang.
Kepahaman merupakan
pengalaman yang tidak berupa kata-kata, tapi cukup dirasa dan sangat jelas
dirasakan. Sama seperti pahamnya seekor anak kucing yang baru lahir, dengan
sendirinya ia paham dimana tempat ia harus menyusui dari ibunya. Padahal saat
lahir, sang anak kucing belum diajarkan apa-apa tapi ia paham. Sama juga
dengan pahamnya seorang bayi menyusui ke ibunya. Bukankah sang ibu tak pernah
mengajarkan dengan kata-kata cara menyedot puting susu. Sekali lagi, khusyu itu
adalah kepahaman. Jadi, kusyu itu apa? Ya.. yang merasakannya paham, tapi tak
dapat didefinisikan, karena definisi sering kali mereduksi pengertian.
Setelah yakin bertemu Allah,
maka shalat menjadi wahana dialog antara hamba dan Allah.(lihat pengertian
Sayid Qutb di atas: shalat merupakan rasa sambung (shilatun) dan pertemuan
(liqo') antara hamba dan Tuhannya. Latihan Shilatun (nyambung) dan Shalat
Berlatih shilatun (nyambung) dengan Allah
1. Mulailah duduk dengan posisi
yang paling rileks. Misalnya duduk dalam posisi seperti tasyahud awal tapi
ujung kaki dibiarkan lurus ke belakang.
2. Duduk dengan rileks. Lalu
tenangkan hati.
3. Menyengajakan dengan memulai
membaca basmalah, bersyahadat, memohon ampun (tidak sekadar membaca istighfar,
dan dihayati, mengadu, mengaku salah dan berharap). Sengajakan sang aku pergi
menuju Allah.
4. Rasakan sang aku semakin
dekat dengan Allah. Kian lama kian dekat. Rasakan terus kedekatan itu. Sehingga
terasa hati menjadi sangat tenang.
5. Kemudian katakan dengan hati.
''Ya Allah, aku yakin kepada Mu, ampuni aku, tundukkan hatiku, patuhkan aku,
ikhlaskan aku'' begitu terus, katakan dengan sungguh-sunguh.
6. Lakukan berulang-ulang
sembari kita tundukkan hati, makin lama kian dalam menundukkannya. Secara
otomatis tubuh kita akan ikut tunduk hingga sujud. Jangan ditahan, ikuti saja
maunya tubuh. Terus saja kita panggil Allah. ''Ya, Allah, Ya Allah,'' terus
bermohon untuk ditundukkan hati, diikhlaskan sembari kita dekatkan hati ke
Allah. Rasakan terus. Begitu berulang. Semakin dekat, semakin tenang dan nikmat
rasanya sehingga tidak ingin beranjak dari posisi dan rasa tenang tersebut.
Saat hati sudah tunduk, dekat
dengan Allah, rasa sambung itu bisa juga kita tularkan kepada orang-orang
terdekat, seperti anak, suami isteri, ayah bunda atau siapapun. Meskipun
mereka jauh secara fisik.
Berlatih Khusyu’ dalam Shalat
(Lakukan latihan dalam holat
Sunat Mutlaq)
1. Katakan pada otak aku bisa
khusyu', bisa dan bisa. Sebagaimana anda memerintah otak anda agar tangan
menjadi lebih panjang. Kalau tak juga merasa bisa, mohonlah pada Allah. seperti
pada latihan shilatun di atas. Mohon ditundukkan hati, dikhusyukan.
2. Sengajakan jiwa untuk pergi
menghadap Allah yang Maha Luas. Luas tanpa batas. Allahu Al-Wasi' (maha luas).
Yang Maha Luas itu adalah Allahu Akbar (Allah Maha Besar).
3. Bertakbirlah. Saat mengatakan
Allah Maha Besar, maka tanamkan bahwa hanya Allahlah yang besar, diri kita ini
tidak ada apa-apa, jabatan yang melekat, harta yang dipunyai tak ada apa-apa,
semuanya milik dan hanya dititipkan oleh Allah. La ilaha illallah (Tak ada
apapun kecuali Allah). Kita dalam posisi kosong (nol, zero). Ketika kesadaran
ini ada, maka otomatis perasaan tenang itu muncul.
4. Lalu lanjutkan dengan membaca
dan menghayati sepenuh jiwa doa iftitah, alfatihah, surat pendek.
5. Ruku' dengan posisi yang
benar, ketika tubuh rukuk biarkan tulang belakang berada pada posisinya. Ketika
tubuh ruku', sang aku sudah sujud ke bawah, sehingga terasa ada tarikan
gravitasi. Tulang ekor akan terasa tertarik, syaraf-syarat mulai ujung kaki pun
terasa tertarik. Posisi inilah yang disebut tuma'ninah. Lalu baca dan sucikan
Allah dengan membaca bacaan ruku'.
6.
Lalu berdiri i'tidal dan
kembali puji Allah. Dengan memuji bahwa segala puji hanya milik-Nya. Diri kita
tak layak dipuji. Karena memang tak punya kuasa dan daya apa-apa.
7. Kemudian sujud dengan
merendahkan hati serendah-rendahnya, makin lama makin rendah, makin dekat
rasanya dengan Allah. Nikmati kedekatan tersebut. Sucikan Allah yang Maha
Tinggi itu.
8. Lalu duduk iftirasy awal,
berdialoglah dengan Allah, mohon ampun (rabbirgfirli) . Tunggu seolah ada
jawaban dari Allah. Mohon diberi rahmat (warhamni). Tunggu lagi. Mohon
dicukupkan. Begitu seterusnya hingga selesai doa seperti yang kita baca saat
iftirasy awal.
9. Saat Iftirasy akhir begitu
juga, beri penghormatan dengan merendahkan diri di hadapan Allah. Sampaikan
salam kepada Nabi, orang-orang shaleh (bacaan saat tahiyat). Dalami maknanya,
rasakan kedekatan dan dialog tersebut.
Nah, kalau ini dilakukan,
bisa-bisa shalat dua rakat hingga setengah jam atau lebih.
Wallahu'alam. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Koment Para Sahabat