Minggu, 27 November 2016

Berlatih Shalat Khusyu

Berlatih Shalat Khusyu
Mudahnya Khusyu': Buka ''Mindset'', Yakin dan Pasrah

Mengapa shalat menjadi rutinitas yang membosankan dan dilakukan hanya untuk memenuhi kewajiban? karena di bawah sadar kita, selama ini ada perasaan tak suka melakukan shalat. Rasa tak suka itu dikarenakan kita tak merasakan nikmatnya shalatnya, sebab tidak khusyu dalam shalat.

Untuk mengecek rasa tak suka ini mudah saja. Tanyakan ke diri, seandainya, shalat lima waktu tidak diwajibkan oleh syariat, apakah kita akan tetap shalat? Ada lagi perintah untuk tahajjud, tapi tidak diwajibkan, bergegaskah kita untuk shalat malam itu? padahal dijanjikan jika melakukan tahajjud akan diberi kemuliaan oleh Allah. Begitu pula saat mendengar azan, di bawah sadar kita selalu ''berkata'' (meski kadang tak diucapkan) ''Ya... Azan...'' ''Ini pertanda di bawah sadar, kita tak suka shalat,'' ujar Abu Sangkan. 

Perasaan bawah sadar tak suka shalat itu dikarenakan kita tak  pernah mengalami nikmatnya shalat. Nikmat shalat didapat dari kekhusyukan.

Hal ini disebabkan, ada ''doktrin'' yang selalu dan sejak lama masuk ke file otak kita bahwa shalat khusyu itu sulit. Sekian lama file tu terpendam. Sehingga ''doktrin'' itu menjadi suatu keniscayaan di alam bawah sadar (mindset). Sama halnya ketika mengatakan diri kita bodoh, tak bisa, maka akan benar-benar menjadi bodohlah dan tak bisalah kita. 

Untuk membuktikan kata-kata (''doktrin'' ) sangat berpengaruh, cobalah ukur panjang hasta tangan kiri anda (mulai dari siku ke ujung jari tengah) dengan menggunakan jengkal tangan kanan. Panjangnya lebih kurang dua jengkal. Lalu pejamkan mata, rentang tangan kiri, perintahkan tangan kiri anda menjadi lebih panjang. Sebutkan panjang... panjang... semakin panjang. Setelah terasa semakin panjang. Buka mata. Lalu ukur kembali. Pasti ukurannya lebih panjang dari ukuran semula. Lakukan sebaliknya, perintahkan untuk menjadi lebih pendek. 

''Nah, anda bayangkan, sekian tahun otak kita dijejali perkataan ''bahwa shalat khusyu' itu sulit'', maka sulitlah untuk menjadi khusyu' itu,''

Karena itu ubah  mindset menjadi ''shalat khusyu' itu mudah''. Dan memang mudah, buktinya nabi dan para sahabat, para ulama dan masih banyak lagi orang-orang yang bisa meraih kekhusyukan. Para peserta pelatihan shalat khusyu pun banyak yang mengaku lebih bisa khusyu Bukankah mereka juga manusia yang sama seperti kita, diciptakan dan diberikan fasilitas yang sama oleh Allah.

Dalam QS Albaqaroh 45-46 disebutkan orang yang khusyu itu adalah orang yang senantiasa yakin akan pertemuannya dengan Allah dan mereka akan kembali kepada-Nya. Sayid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran menyebutkan shalat adalah nyambung (shilatun) dan pertemuan (liqo') antara seorang hamba dan Tuhannya. Rasa sambung atau hubungan itu dapat menguatkan hati, hubungan yang dirasakan ruh, hubungan yang dengannya jiwa mendapat bekal di dalam menghadapi realitas kehidupan dunia. Dalam QS AlFath (48):4 disebutkan Dia (Allah) yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang beriman.

Shalat memiliki efek terhadap fisik dan psikis (kejiwaan).

Secara fisik, dalam sebuah hadits disebutkan, shalat adalah istirahat  bagi tubuh. Dalam gerakannya, shalat menuntut streching (peregangan) dan memaksimalisasi aliran oksigen dan darah ke otak (saat sujud). Terpenuhinya oksigen dan darah yang membawa berbagai nutrisi ke otak akan membuat seluruh fisik dalam kondisi fit. 

Dari sisi kejiwaan, shalat idealnya dapat menenangkan jiwa (kedamaian, ketenangan), sehingga tak emosional, jiwa yang damai, tenang melahirkan prilaku yang juga positif seperti disebutkan ''shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar''. Nah, shalat seperti apa yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar itu? Yaitu, shalat yang dilaksanakan dengan menghadirkan hati dalam setiap gerakan dan bacaannya. Bacaan shalat tidak sekadar dibaca tapi dihayati. Sehingga terjadi dialog serta rasa sambung kepada Allah. Cara untuk memunculkan rasa sambung itu adalah dengan menghadirkan kesadaran sang ''aku'' (ruh-jiwa) kepada Allah saat shalat.

Menghadirkan kesadaran itulah yang dilatih dalam Pelatihan Shalat Khusyu

Menghadirkan sang aku (jiwa) dalam shalat dimulai dari mengetahui siapa sesungguhnya ''aku''. Aku bukanlah fisik. Tubuhku bukan ''aku'', sama seperti  ketika menyebutkan ''rumahku'' berarti rumahku bukan ''aku''. Karena rumah dan aku adalah dua wujud yang berbeda dan terpisah. Begitu pula tubuhku, tanganku, kepalaku. Semuanya terpisah dengan aku. Jadi tubuh kita yang bergerak bukan ''aku''-nya kita. ''Aku'' adalah jiwa. Allah berfirman ''wahai jiwa yang tenang kembalilah ke Rab-mu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya' '. (AlFajr (89) 27-28).

Jadi, sesungguhnya saat shalat jiwa (aku) kitalah yang pergi menghadap Allah. Menghadirkan ''sang aku'' saat shalat menghadap Allah itulah yang disebutkan dengan menghadirkan ''sang aku''. Sang aku secara fitrah senantiasa akan tunduk dan patuh kepada Allah, karena sang aku tercipta dari tiupan ruh Tuhan (min ruhi,   dari ruh-Ku).  

Menghadirkan sang aku merupakan kesadaran sang aku. Kesadaran ini harus tetap dijaga selama shalat. Bahkan kesadaran ini nantinya akan tetap terjaga dalam keseharian, sadar bahwa sang aku secara fitrah taat dan tunduk kepada Allah. Sehingga kesadaran ini akan menjadikan shalat bisa mencegah perbuatan buruk dan mungkar.

Jadi, untuk menjadi khusyu

1.      Ubah mindset dari mengganggap khusyu itu sulit menjadi khusyu itu mudah. Jangan gunakan persepsi dalam shalat, shalat dimulai dengan ketundukan hati. Selama masih menggunakan persepsi, selama itulah kita menggunakan pikiran. Mulailah dengan hati, hatilah yang kemudian akan mempengaruhi otak dan fisik.  
2.      Seperti disebut QS Albaqaroh 45-46 di atas, orang khusyu adalah orang yang senantiasa yakin bertemu Allah. Syarat kedua, yakin. Jika kita masih sulit untuk yakin. Maka berdoalah. ''Ya, Allah turunkan keyakinan kepadaku'' dan perintahkan ke otak kita dengan sepenuh hati. ''Aku yakin ya Allah, yakin ya Allah'' terus begitu. Jadi, untuk yakin tak perlu dibuat-buat. Pasrah saja kepada Allah.
3.      Nah, pasrah inilah syarat ketiga untuk khusyu. Seperti pasrahnya saat anda akan tidur. Bukankan saat anda akan tidur tidak berpersepsi? tidak pakai ilmu bagaimana tidur. Tidur ya tidur saja. Tak perlu ilmu tidur, tidak perlu dipikirkan. Ketika dipikirkan justru tak akan bisa tidur. Jadi, pasrah saja. Dalam pengertian lain, pasrah adalah rela, relakan sang aku bertemu Allah. Bagaimana pasrah dan rela itu tidak usah dipikirkan, pasrah begitu saja. Salah satu jalan untuk rela dengan mengakui segala kelemahan/kesalahan lalu bermohon. Misalnya, katakan ''Ya Allah ini hambamu yang berdosa datang menghadap, tundukkan hatiku, turunkan ketenangan di hatiku,'' lalu panggil Allah dengan penuh pengharapan, ''ya Allah, ya Allah''. Ikuti saja apa yang dirasakan. Sehingga terasa di hati kita suatu perasaan yakin, tenang dan damai. Keyakinan dan ketenangan itu merupakan suatu pengalaman yang diturunkan Allah.

Khusyu itu seperti apa?
Khusyu tidak dapat didefinisikan, karena khusyu adalah sesuatu yang dirasakan. Bisa jadi khusyu itu adalah perasaan tenang, damai di hati. Perasaan itu Allah yang menurunkan ''Sesuatu yang given (diberi),''
Orang-orang yang diberi kekhusukan itu adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh. Dalam QS AlFath (48):4 disebutkan ''Dia (Allah) yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang beriman.'' 
Indikator khusyu itu bisa juga ditunjukkan dengan sensasi seperti menangis dan tersungkur sujud. Dalam QS Maryam (29):58 disebutkan, apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Atau bisa juga dirasakan secara fisikal tubuh dan jiwa menjadi tenang (Az-zumar:23) . Air mata yang keluar bukan karena dibuat-buat menangis tapi benar-benar keluar begitu saja. Kalau begitu khusyu harus nangis? Tidak juga, nangis hanya sensasi saja.

Sekali lagi, khusyu tak dapat didefinisikan, karena ia merupakan kepahaman, sebagaimana pahamnya anak-anak ketika ia disayangi. Bukankah kita sebagai orang dewasa tak pernah mendefinisikan apa itu sayang kepada anak. Tapi sang anak mengerti (paham) apa itu kasih sayang.  

Kepahaman merupakan pengalaman yang tidak berupa kata-kata, tapi cukup dirasa dan sangat jelas dirasakan. Sama seperti pahamnya seekor anak kucing yang baru lahir, dengan sendirinya ia paham dimana tempat ia harus menyusui dari ibunya. Padahal saat lahir, sang anak kucing belum diajarkan  apa-apa tapi ia paham. Sama juga dengan pahamnya seorang bayi menyusui ke ibunya. Bukankah sang ibu tak pernah mengajarkan dengan kata-kata cara menyedot puting susu. Sekali lagi, khusyu itu adalah kepahaman. Jadi, kusyu itu apa? Ya.. yang merasakannya paham, tapi tak dapat didefinisikan, karena definisi sering kali mereduksi pengertian.

Setelah yakin bertemu Allah, maka shalat menjadi wahana dialog antara hamba dan Allah.(lihat pengertian Sayid Qutb di atas: shalat merupakan rasa sambung (shilatun) dan pertemuan (liqo') antara hamba dan Tuhannya. Latihan Shilatun (nyambung) dan Shalat 

Berlatih shilatun (nyambung) dengan Allah
1. Mulailah duduk dengan posisi yang paling rileks. Misalnya duduk dalam posisi seperti tasyahud awal tapi ujung kaki dibiarkan lurus ke belakang.
2.     Duduk dengan rileks. Lalu tenangkan hati.
3.  Menyengajakan dengan memulai membaca basmalah, bersyahadat, memohon ampun (tidak sekadar membaca istighfar, dan dihayati, mengadu, mengaku salah dan berharap). Sengajakan sang aku pergi menuju Allah.
4.     Rasakan sang aku semakin dekat dengan Allah. Kian lama kian dekat. Rasakan terus kedekatan itu. Sehingga terasa hati menjadi sangat tenang.
5.  Kemudian katakan dengan hati. ''Ya Allah, aku yakin kepada Mu, ampuni aku, tundukkan hatiku, patuhkan aku, ikhlaskan aku'' begitu terus, katakan dengan sungguh-sunguh.
6.    Lakukan berulang-ulang sembari kita tundukkan hati, makin lama kian dalam menundukkannya. Secara otomatis tubuh kita akan ikut tunduk hingga sujud. Jangan ditahan, ikuti saja maunya tubuh. Terus saja kita panggil Allah. ''Ya, Allah, Ya Allah,'' terus bermohon untuk ditundukkan hati, diikhlaskan sembari kita dekatkan hati ke Allah. Rasakan terus. Begitu berulang. Semakin dekat, semakin tenang dan nikmat rasanya sehingga tidak ingin beranjak dari posisi dan rasa tenang tersebut.

Saat hati sudah tunduk, dekat dengan Allah, rasa sambung itu bisa juga kita tularkan kepada orang-orang terdekat, seperti anak, suami isteri, ayah bunda atau siapapun. Meskipun mereka  jauh secara fisik.

Berlatih Khusyu’ dalam Shalat
(Lakukan latihan dalam holat Sunat Mutlaq)
1.  Katakan pada otak aku bisa khusyu', bisa dan bisa. Sebagaimana anda memerintah otak anda agar tangan menjadi lebih panjang. Kalau tak juga merasa bisa, mohonlah pada Allah. seperti pada latihan shilatun di atas. Mohon ditundukkan hati, dikhusyukan.
2.     Sengajakan jiwa untuk pergi menghadap Allah yang Maha Luas. Luas tanpa batas. Allahu Al-Wasi' (maha luas). Yang Maha Luas itu adalah Allahu Akbar (Allah Maha Besar).
3.    Bertakbirlah. Saat mengatakan Allah Maha Besar, maka tanamkan bahwa hanya Allahlah yang besar, diri kita ini tidak ada apa-apa, jabatan yang melekat, harta yang dipunyai tak ada apa-apa, semuanya milik dan hanya dititipkan oleh Allah. La ilaha illallah (Tak ada apapun kecuali Allah). Kita dalam posisi kosong (nol, zero). Ketika kesadaran ini ada, maka otomatis perasaan tenang itu muncul.
4.  Lalu lanjutkan dengan membaca dan menghayati sepenuh jiwa doa iftitah, alfatihah, surat pendek. 
5.  Ruku' dengan posisi yang benar, ketika tubuh rukuk biarkan tulang belakang berada pada posisinya. Ketika tubuh ruku', sang aku sudah sujud ke bawah, sehingga terasa ada tarikan gravitasi. Tulang ekor akan terasa tertarik, syaraf-syarat mulai ujung kaki pun terasa tertarik. Posisi inilah yang disebut tuma'ninah. Lalu baca dan sucikan Allah dengan membaca bacaan ruku'.
6.      Lalu berdiri i'tidal dan kembali puji Allah. Dengan memuji bahwa segala puji hanya milik-Nya. Diri kita tak layak dipuji. Karena memang tak punya kuasa dan daya apa-apa.
7.  Kemudian sujud dengan merendahkan hati serendah-rendahnya, makin lama makin rendah, makin dekat rasanya dengan Allah. Nikmati kedekatan tersebut. Sucikan Allah yang Maha Tinggi itu.
8.  Lalu duduk iftirasy awal, berdialoglah dengan Allah, mohon ampun (rabbirgfirli) . Tunggu seolah ada jawaban dari Allah. Mohon diberi rahmat (warhamni). Tunggu lagi. Mohon dicukupkan. Begitu seterusnya hingga selesai doa seperti yang kita baca saat iftirasy awal.
9.    Saat Iftirasy akhir begitu juga, beri penghormatan dengan merendahkan diri di hadapan Allah. Sampaikan salam kepada Nabi, orang-orang shaleh (bacaan saat tahiyat). Dalami maknanya, rasakan kedekatan dan dialog tersebut.

Nah, kalau ini dilakukan, bisa-bisa shalat dua rakat hingga setengah jam atau lebih.  

Wallahu'alam. ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koment Para Sahabat